ANALISIS MASALAH

ANALISIS MASALAH PEMBAJAKAN SOFTWARE

Analisis Masalah

            A .Ciri – ciri pembajakan software

Menggunakan software ilegal atau bajakan adalah perbuatan melanggar hukum dan merupakan perbuatan dosa. Dengan memakai produk piranti lunak bajakan si pengembang software tidak mendapatkan keuntungan dari jerih payah pembuatan software sehingga mereka merugi dan bisa hilang keinginan untuk mengembangkan software lain atau lanjutannya.

Dengan memakai produk software bajakan, orang jadi ketagihan dan terbiasa dengan software yang bagus dengan harga yang mahal, namun orang tidak mau membayar sepeser pun untuk menggunakannya. Sebelum menginstall program, selidikilah terlebih dahulu apakah software itu legal atau ilegal.

Berikut ini ciri-ciri software bajakan:

a. Dijual dalam bentuk vcd atau dvd dengan harga yang murah;

b. Bentuk dan kemasan cd atau dvd serupa dengan cd atau dvd lainnya;

c. Dibundel dalam kumpulan software yang nama pengembang tidak sama;

d. Ada serial number (s/n) atau program crack untuk membuka proteksi software;


e. Tidak bisa diupdate

f. Mengalami error atau hang pada jumlah transaksi tertentu;

g. Kadang mengandung virus atau trojan yang berbahaya;

h. Diunduh atau didownload gratis dari situs tidak resmi, dimana situs resmi mematok harga tertentu.



          B. Sebab terjadi nya pembajakan software di Indonesia

Bagi kebanyakan masyarakat pengguna komputer di Indonesia, pembelian paket perangkat lunak jadi adalah suatu kemewahan. Memang banyak institusi baik swasta maupun negeri yang mengeluarkan dana besar untuk pengadaan sistem komputer, tapi jarang ada alokasi dana untuk pembelian paket perangkat lunak, jadi yang ada adalah dana untuk jasa konsultan pengembangan sistem komputer.

Karena itu dana pengadaan perangkat lunak komputer hanya terserap untuk pengembangan sistem khusus yang dibangun untuk menangani kebutuhan spesifik institusi yang bersangkutan.  Bagaimana dengan sistem operasi dan program-program aplikasi umum untuk kerja penyusunan dokumen sehari-hari? Dapat dikatakan rata-rata PC di Indonesia menggunakan perangkat lunak hasil tindak kejahatan pembajakan. Makin berkembangnya kemajuan tekhnologi sekarang ini, justru semakin mendukung aktifitas pembajakan itu sendiri. Selama ini, pembajakan merupakan tindakan pelanggaran hukum yang justru paling kita anggap lumrah. Tiada barang tanpa bajakannya.

Tiada barang yang kita pakai yang bukan dibeli dari bajakan, atau kita bajak sendiri. Dengan mengkopi CD milik teman, baik, software game, atau musik, itu pun sudah termasuk membajak. Dan ini sudah menjadi hal yang sangat biasa kita lakukan dengan tanpa kita sadari bahwa kalau di negeri yang sadar hukum, sudah dari dulu kita akan dituntut. Faktor yang paling dominan adalah faktor ekonomis, dimana orang akan cenderung memilih software bajakan yang pasti jauh lebih murah dari software yang berlisensi. Untuk perbandingan, harga lisensi Windows 98 adalah 200 dolar AS, sedangkan software bajakan dapat kita beli hanya dengan harga Rp.10.000,00 saja. Andaikata di sebuah kantor mempunyai 20 buah komputer yang menggunakan windows 98, maka biaya yang harus dikeluarkan sebesar 4000 dolar AS atau senilai hampir 40 juta rupiah. Itu hanya untuk sistem operasinya saja, belum termasuk program-program aplikasi lainnya.



                                          C. Negara Pembajak Software Terbesar

Description: Negara Pembajak Software Terbesar

Dalam riset yang baru saja dikeluarkan Business Software Alliance (BSA), Indonesia ditempatkan dalam posisi ke-11 untuk urusan pembajakan software terbesar di dunia dengan presentase 87%. Lalu siapa yang menempati posisi pertama sebagai pembajak terbesar?

Jika ukurannya dilihat dari presentase, maka 'gelar' tersebut jatuh kepada Georgia. Negara Eropa itu mendapat nilai paling jelek jika dilihat dari hal presentase, yakni 93%.

Di posisi kedua ada nama Zimbabwe dengan 91%. Disusul Yaman, Banglades, dan Moldova di posisi ketiga dengan presentase tingkat pembajakan software di negaranya masing-masing 90%.

Sementara jika patokannya dari tingkat kerugian yang ditimbulkan, maka Amerika Serikat lah yang berada di posisi teratas. Negara adidaya tersebut dilaporkan menderita kerugian hingga USD 9,5 miliar pada tahun 2010 lalu akibat pembajakan software.

Sementara China dan Rusia berada di posisi runner-up dan ketiga dengan kerugian mencapai USD 7,7 miliar dan USD 2,8 miliar.

Nilai komersial dari software ilegal di Asia Pasifik sendiri mencapai USD 18,7 milliar. Sementara secara global, nilai dari pembajakan software melonjak hingga mencapai rekor USD 59 milliar, hampir dua kali lipat sejak 2003.

Setengah dari 116 wilayah yang diteliti pada 2010 memiliki tingkat pembajakan 62 persen atau lebih, dimana rata-rata tingkat pembajakan global mencapai 42 persen yang merupakan tingkat tertinggi kedua selama sejarah penelitian.

Studi pembajakan software global ini adalah studi yang dilakukan oleh BSA bersama IDC untuk ke delapan kalinya. Metodologi yang digunakan dalam studi ini menggabungkan 182 input data terpisah dari 116 negara dan wilayah di seluruh dunia.

Studi tahun ini juga mencakup hal baru yaitu survei opini publik pengguna PC terhadap sikap dan perilaku sosial yang terkait dengan pembajakan software, yang dilakukan oleh Ipsos Public Affairs.

Berikut daftar negara dengan tingkat pembajakan software paling tinggi versi riset tersebut:

  1. Georgia 93%
  2. Zimbabwe 91%
  3. Yaman 90%
  4. Banglades 90%
  5. Moldova 90%
  6. Armenia 89%
  7. Venezuela 88%
  8. Belarusia 88%
  9. Azerbaijan 88%
  10. Libya 88%
  11. Indonesia 87%



Pembajakan Software Indonesia Tembus USD 1,32 Miliar



Nilai komersial piranti lunak tanpa lisensi yang diinstal pada komputer di Indonesia diprediksi menembus angka USD 1,32 milliar pada tahun 2010. Adapun untuk tingkat pembajakannya mencapai 87 persen.

Menurut Business Software Alliance (BSA) selaku pihak yang menggawangi riset ini, jumlah kerugian dari software bajakan di 2010 nilainya tujuh kali lebih besar dari nilai kerugian pada 2003, yang diproyeksi 'cuma' di angka USD 157 juta.

Sementara dari sisi tingkat pembajakan, raihan di tahun 2010 juga naik 1%, setelah pada tahun 2009 mencapai 86 persen dengan nilai kerugian mencapai USD 886 juta.

"Meskipun kami telah melihat peningkatan upaya pemerintah Indonesia dan industri teknologi informasi dalam melindungi hak cipta software, namun kami terus menghadapi tantangan besar dalam menekan tingkat pembajakan," kata Donny Sheyoputra, Kepala Perwakilan BSA Indonesia, dalam keterangannya, Jumat (13/5/2011).

Bahkan, lanjutnya, ketika industri TI di Indonesia tumbuh, banyak perusahaan masih belum menyadari mana yang termasuk pemakaian software ilegal.

Nilai komersial dari software ilegal di Asia Pasifik sendiri mencapai USD 18,7 milliar. Sementara secara global, nilai dari pembajakan software melonjak hingga mencapai rekor USD 59 milliar, hampir dua kali lipat sejak 2003.

Setengah dari 116 wilayah yang diteliti pada tahun 2010 memiliki tingkat pembajakan 62 persen atau lebih, dimana rata-rata tingkat pembajakan global mencapai 42 persen yang merupakan tingkat tertinggi kedua selama sejarah penelitian.

Studi pembajakan software global ini adalah riset yang dilakukan oleh BSA bersama IDC untuk ke delapan kalinya. Metodologi yang digunakan dalam studi ini menggabungkan 182 input data terpisah dari 116 negara dan wilayah di seluruh dunia.

Studi tahun ini juga mencakup hal baru yaitu survei opini publik pengguna PC terhadap sikap dan perilaku sosial yang terkait dengan pembajakan software, yang dilakukan oleh Ipsos Public Affairs.

Survei opini ini menemukan dukungan yang kuat terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dimana tujuh dari 10 responden mendukung untuk membayar inventor atas kreasi mereka agar lebih mempromosikan kemajuan teknologi. Anehnya, dukungan terhadap HKI yang sangat kuat justru datang dari negara-negara dengan tingkat pembajakan yang tinggi.





Software Bajakan Pancing Serangan Program Jahat




Menggunakan software bajakan memang mudah dan murah, bahkan bisa dibilang cuma-cuma. Namun sayangnya, selain melanggar hukum, hal ini juga dapat memancing serangan progam jahat. Mulai dari virus, malware, hingga pencurian identitas.

Menurut Pranata Komputer Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tutang, pemanfaatan piranti lunak asli bukan hanya melindungi hak cipta pembuatnya, tetapi juga memberi jaminan kualitas bagi penggunanya.

"Baik dari sisi keamanan, performa, reliabilitas dan kenyamanan," tukasnya, dalam keterangan tertulis yang dikutip detikINET, Minggu (1/5/2011).

Pengguna dikatakan harus menyadari akan adanya risiko bahaya serangan virus, malware, kehilangan data, pencurian identitas dan bahkan kerusakan pada perangkat keras.

"Hal ini tentunya sangat berisiko pada proses pertukaran data diri, informasi sosial, transaksi keuangan, jaminan kerahasiaan maupun kelengkapan dokumen," lanjutnya.

Tutang menambahkan, dampak yang terbesar adalah mispersepsi atas reliabilitas teknologi sebagai akibat meluasnya dampak buruk karena penggunaan produk bajakan akan berakibat negatif baik pada konsumen dalam konteks mikro, maupun negara dalam konteks makro.

Ketua Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia (YRCI), Kartini Nurdin menambahkan, menghargai hak cipta -- termasuk karya digital dan piranti lunak -- berarti menghargai kreativitas dan inovasi para pencipta, inovator dan kreator yang merupakan mesin pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kenyataan menunjukkan bahwa industri kreatif terbukti memberikan sumbangan yang positif bagi kemajuan ilmu pengetahuan, seni dan sastra serta meningkatkan pendapatan negara," kata Kartini.

Oleh sebab itu, Kartini menggaris bawahi bahwa pelanggaran terhadap karya intelektual tidak dapat dibiarkan karena akan mematikan proses kreativitas, merugikan negara secara ekonomi, serta merugikan semua pihak termasuk konsumen.

Berdasarkan data yang dimiliki Business Software Alliance (BSA) tahun 2007, tingkat pembajakan piranti lunak di Indonesia sendiri secara persentase masih termasuk tinggi, yaitu 84%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar